Yudhi'm Blog

Blog yang berisi berbagai macam tulisan & tutorial umum. Enjoy the blog here!!!

Banner Iklan1

Banner Iklan1
Sudahkah keluarga Anda terlindungi?

Banner Iklan

Banner Iklan
970x90

Nuklir Iran: Sebuah Ujian Legitimasi PBB

Keputusan Iran membuka kembali fasilitas nuklirnya di Natanz yang disegel oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) minggu lalu telah menimbulkan ketegangan baru di Asia Barat. Pada saat yang sama, keputusan nekad dan kontroversial ini juga akan menjadi pemicu ujian legitimasi PBB sebagai sebuah badan dunia ditengah kecamuk politik internasional yang didominasi oleh Amerika Serikat.

Sikap memberontak yang ditunjukkan Iran terhadap tekanan Washington ini semakin membuat Amerika Serikat dan beberapa negara sekutunya di Eropa berusaha keras untuk mengajukan Iran ke DK PBB. AS dan sekutunya di Eropa (Inggris, Perancis dan Jerman) tidak ingin Iran berkembang menjadi sebuah kekuatan nuklir dunia. Sebab mereka tidak ingin kehilangan status eksklusif pemegang nuklir di dunia yang selama ini berada dibawah kontrol mereka.

Provokasi terhadap sikap histeria AS dan sekutunya ini bermula dari keputusan Iran untuk memulai eksperimentasi riset konversi uranium dan eksperimentasi lain yang berhubungan dengan pengembangan tenaga nuklir untuk kebutuhan damai/sipil. Eksperimentasi ini dilakukan di fasilitas-fasilitas pengembangan nuklir Iran yang selama ini dibawah pengawasan IAEA. Oleh karenanya aktivitas nuklir Iran ini dianggap bertentangan dengan Pernjanjian Non-Proliferasi Nuklir (Nuclear NPT) ataupun dengan Persetujuan Pengawasan (Safeguards Agreement) yang telah ditandatangani oleh Iran dan IAEA.

Sebelum membahas lebih jauh masalah Iran ini, sebaiknya dijelaskan disini Persetujuan Pengawasan yang telah ditandangani Iran dan IAEA sebagaimana telah dipublikasikan didalam Sirkular Infomasi badan internasional ini nomor 214.

Ayat 4 Sirkular Informasi IAEA nomor 214 dengan jelas menyatakan: “The safeguards provided for in this Agreement shall be implemented in a manner designed: (a) To avoid hampering the economic and technological development of Iran or international co-operation in the field of peaceful nuclear activities, including international exchange of nuclear material; (b) To avoid undue interference in Iran's peaceful nuclear activities, and in particular in the operation of facilities; ... "

Jadi jelaslah disini bahwa apa yang saat ini sedang dilakukan Iran sama sekali tidak melanggar aturan ataupun perjanjian apapun. Sebab riset eksperimentasi nuklir yang baru saja dimulai kembali oleh Iran ini semata-mata hanya untuk tujuan sipil/damai dan bukan untuk tujuan pengembangan pernsenjataan nuklir.

Selain itu, perjanjian yang ditandatangani oleh Iran dan IAEA ini jelas-jelas menyebutkan bahwa IAEA tidak mempunyai hak apapun untuk menghambat usaha Iran didalam mengembangkan teknologi nuklirnya sebatas itu benar-benar demi untuk kebutuhan sipil/damai. Oleh karena itu tidak ada lagi alasan bagi AS dan sekutunya di Eropa (Inggris, Perancis dan Jerman) untuk membawa kasus Iran ke DK PBB.

Namun begitu, perkembangan terakhir memperlihatkan bahwa AS dan sekutunya di Eropa tetap berusaha keras untuk memaksa Board of Governors di IAEA untuk segera mengadakan pertemuan darurat dan mengajukan Iran ke DK PBB dengan dasar tuduhan bahwa Iran telah melanggar pernjiannya dengan IAEA.

Berdasarkan atas Persetujuan Pengawasan yang telah ditandatanganinya, Iran berkewajiban untuk menerima pengawasan atas ‘semua sumber maupun bahan-bahan khusus untuk pengembangan teknologi nuklir untuk tujuan damai … untuk diverifikasikan kepada IAEA dan bahwa bahan-bahan tersebut tidak dibelokkan untuk tujuan pembuatan persenjataan nuklir.’

Pada saat yang sama, IAEA mempunyai ‘hak dan kewajiban’ untuk menjamin bahwa pengawasan ini berlaku untuk semua aktifitas yang dilakukan oleh negara yang bersangkutan (Iran) dan bahwa ‘eksperimentasi nuklir yang dilakukannya benar-benar hanya untuk tujuan damai/sipil dan tidak dibelokkan untuk tujuan pembuatan persenjataan nuklir atau bahan-bahan peledak nuklir lainnya.’

Dalam beberapa tahun terakhir, Iran (serta negara-negara lain seperti Korea Selatan, Taiwan, Mesir, dan beberapa negara lainnya) telah gagal untuk melaporkan aktifitas-aktifitas atau transaksi-transaksi yang berhubungan dengan nuklir kepada IAEA. Inilah sebenarnya yang mendasari keputusan pelaksanaan investigasi oleh IAEA ke Iran.

Didalam laporannya pada tanggal 2 September 2005 lalu, Dirjen IAEA, Dr. Mohammed el-Baradei, menyatakan bahwa ‘semua bahan-bahan nuklir yang ditunjukkan oleh Iran telah diteliti dan tidak ditemukan indikasi adanya usaha pembelokan eksperimentasi nuklirnya untuk tujuan-tujuan yang terlarang.’ Pada saat yang sama, Dr. el-Baradei mengatakan bahwa sampai saat ini, IAEA belum sampai kepada sebuah posisi untuk bisa menyimpulkan bahwa di Iran ada aktifitas-aktifitas yang berhubungan dengan nuklir yang belum ditunjukkan kepada IAEA – satu kewajiban yang sebenarnya berasal dari Aturan Tambahan, dan bukan dari Perjanjian Pengawasan, dimana pada tahun 2003 Iran telah berjanji akan mengikutinya secara sukarela.

Bertolak belakang dengan hasil penemuan tim investigasi IAEA sebagaimana dijelaskan oleh Dr. el-Baradei, Board of Governors IAEA telah memutuskan bahwa Iran telah melanggar perjanjian pengawasan yang telah ditandatanganinya. Keputusan ini diambil berdasarkan kepada ayat XIIC Pedoman Dasar IAEA. Selain itu, keputusan ini juga dikarenakan oleh tekanan kuat dari AS dan sekutunya.

Apabila ditepelajari dengan teliti, baik ayat XIIC Pedoman Dasar IAEA maupun ayat 18 dan 19 Sirkular Informasi IAEA nomor 214 mendefinisikan bahwa ‘pelanggaran itu terjadi apabila negara bersangkutan (Iran) melakukan pembelokan tujuan pengolahan materi nuklir yang dipunyainya untuk kebutuhan-kebutuhan terlarang.’ Dan sampai saat ini, Iran, sebagaimana dijelaskan oleh Dr. el-Baradei didalam laporannya, tidak melakukan pembelokan eksperimen nuklirnya untuk tujuan-tujuan terlarang.

Dengan memperhatikan komposisi dari Board of Governors IAEA saat ini, AS dan sekutunya tidak akan mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk mengajukan permasalahan Iran ke DK PBB. Meskipun apa yang akan terjadi nantinya adalah sebuah rahasia umum, dengan memperhatikan pengalaman PBB di Iraq, maka tekanan dan hukuman-hukuman fisik seperti embargo ekonomi dan perdagangan tidak akan bisa membantu menyelesaikan masalah apabila hal ini berkenaan dengan permasalahan yang menyangkut tentang kepemilikan fasilitas persenjataan nuklir disatu negara. Sebab sebagaimana secara jelas dikatakan oleh Dr. el-Baradei bahwa hingga saat ini IAEA belum sampai kepada posisi untuk menyatakan bahwa Iran telah ‘menyembunyikan aktifitas atau fasilitas nuklir.’
Apabila ketidakmampuan IAEA untuk memberikan keputusan tentang Iran ini telah dijadikan sebagai sebuah dasar untuk melaporkan sebuah negara, dalam hal ini Iran, kepada DK PBB dan mengancam negara tersebut dengan sangsi-sangsi, maka tidak kurang dari 106 negara didunia juga akan menemui nasib yang sama sebab sampai saat ini mereka tidak menandatangani atau belum meratifikasi maupun mengimplementasikan Aturan Tambahan IAEA.

Apabila tujuannya adalah untuk mencari tahu apakah Iran telah menyembunyikan fasilitas/kegiatan nuklirnya dari IAEA, maka alasan yang paling kuat adalah dengan memberikan kesempatan kepada IAEA untuk melanjutkan inspeksinya ke Iran. Tempat-tempat di Iran yang dianggap sebagai tempat penyembunyian fasilitas nuklir Iran bisa dijadikan target penyeledikan mendadak.
Tetapi apabila tujuannya adalah untuk menjaga ambiguitas permasalahan sebagai sebuah contoh untuk permasalahan serupa dimasa depan, maka membawa Iran ke DK PBB hanya akan menjadi sebuah bukti keputus-asaan Washington untuk menjebak Teheran demi untuk memutuskan hubungan Iran dengan IAEA atau menyatakan bahwa Iran tidak mengijinkan lagi IAEA untuk melakukan inspeksi di Iran – sebuah cara untuk membuktikan bahwa Iran benar-benar tidak bersalah dan tidak melanggar perjanjian yang telah disepakatinya.

Haruskah tragedi Afghanistan dan Iraq terulang lagi di Iran? Apabila PBB masih dianggap sebagai penengah bagi permasalahan diantara negara-negara didunia, maka saat inilah waktu yang tepat bagi PBB untuk bertindak dan menunjukkan legitimasinya sebagai sebuah badan dunia yang mempunyai kuasa penuh untuk membantu menyelesaikan konflik internasional secara damai.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Nuklir Iran: Sebuah Ujian Legitimasi PBB"

Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).

 
Template By Kunci Dunia
Back To Top