Majalah ANGKASA Beragam misteri meliputi Mars. Salah satunya adalah tentang bukit menyerupai wajah manusia yang ada di wilayah Cydonia. Suatu kebetulankah? Dan, mengapa Mars Observer (1992) tiba-tiba 'mati' saat akan menelitinya?
Bagi sebagian besar kita, makhluk paling berakal budi di Bumi ini, rasanya memang tak ada planet lain yang se-eksotis Mars. Itu sebabnya planet yang kerap dijuluki Planer Merah ini paling kerap mencuatkan spekulasi. Masalahnya sederhana saja, yakni kita ingin sekali tahu banyak tetapi pengetahuan ke arah itu belumlah memadai. Misalnya saja dengan spekulasi bahwa planet tetangga sebelah Bumi ini merupakan markas para mahkluk cerdas (alien) yang kerap mengunjungi Bumi dengan kendaraan UFO-nya.
Seluruh spekulasi itu paling tidak berawal dari sifatnya yang memang lain dari yang dimiliki planet lainnya dalam susunan tatasurya kita. Itu karena hanya Mars yang memiliki sifat dan lingkungan mendekati Bumi yang dikenal bersahabat dengan kehidupan. Tekanan atmosfernya kurang dari seperseratus yang dimiliki Bumi, namun tak ada planet lain yang melampauinya. Begitu pula dengan komposisi karbondioksida, nitrogen, dan oksigen. Hanya Mars yang paling bersahabat. Begitu pula dengan ketersediaan airnya. Walau jika dikondensasikan total hanya terkumpul seperduaratus mililiter, hanya Mars yang memilikinya. (Rudolf Kippenhahn dalam Bound to the Sun: The Story of Planets, Moons, and Comets, 1990)
Semua unsur penopang kehidupan itu serta-merta mempertebal spekulasi tentang adanya makhluk hidup di sana. Atau minimal, pernah ada kehidupan. Namun, spekulasi ini tak pernah berdiri sendiri. Karena, segalanya selalu dikaitkan dengan keberadaan makhluk dengan tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dari manusia mengingat tantangan yang harus dihadapinya.
Semua spekulasi itu adalah wajar adanya, terutama karena kalangan kosmolog kerap mengatakan, bahwa adalah takabur jika manusia meyakini bahwa hanya dirinyalah makhluk hidup berakal-budi di alam semesta ini.
Alhasil Mars akhirnya memang menjadi penopang satu-satunya dari segala keingintahuan umat manusia akan dunia luarnya. Itu sebabnya sejumlah upaya eksplorasi ruang angkasa selalu diarahkan terlebih dulu ke Mars sebelum menyentuh tempat-tempat lain yang lebih jauh. Maka tak heran juga jika berbagai wahana canggih kerap dikirim ke sana untuk sekadar mengenal lebih dekat.
Uniknya, semakin manusia mengenal planet yang warna kemerahannya berasal dari unsur besi ini, semakin banyak misteri yang mengungkungnya. Diantara temuan wahana antariksa yang paling bikin penasaran adalah bukit berupa wajah manusia (Face on Mars) yang terhampar di wilayah Cydonia. Monumen ini terbidik pertama kalinya oleh Viking 2 ketika sedang menyisir planet ini pada tahun 1972. Dari sudut pengambilannya, Face on Mars diperkirakan memiliki rentang 500 meter x 700 meter.
Sejak itu para ilmuwan pun selalu diusik dengan berbagai pertanyaan yang tak kunjung terjawab. Diantara pertanyaan yang kerap muncul, adalah: apakah monumen ini suatu kebetulan belaka atau memang sengaja dibuat oleh sebuah koloni cerdas? Kalau memang sengaja dibuat, apa maksud dari semua ini?
Keingintahuan Badan Ruang Angkasa AS (NASA) dan komunitas peminat masalah-masalah keruangangkasaan (termasuk UFO-logi) yang sudah begitu menjamur di sejumlah negara maju sendiri, seakan tak terbendung. Bagai prinsip keseimbangan antara ilmu dan kepedulian yang mereka miliki, mereka kerap mengaitkannya dengan berbagai hal. Apa yang diulas majalah UFO (edisi Januari 1990) yang berkantor Sunland, California dan UFO Universe (vol.8/no.6/93) yang berkantor di New York, sudah cukup memberikan gambaran.
Legitimasi kehadiran?
Lalu, menyangkut monumen Face on Mars itu, sudah sampaikah mereka dalam pencariannya? Sayangnya, mengingat tak pernah ada data yang lebih akurat, misterinya tak pernah bisa terkuak. NASA sendiri, sebagai badan ruang angkasa paling kompeten di dunia, hingga sejauh ini belum pernah mengeluarkan pernyataan resminya yang panjang lebar. Nampaknya, kegagalan Mars Observer 1992 telah membuatnya kian berhati-hati dalam 'berbicara'. Pasalnya, sejak itu, segera muncul spekulasi bahwa bungkamnya wahana seharga milyaran dollar itu adalah sebagai sesuatu yang disengaja demi kepentingan internal. Dalam hal ini NASA dikabarkan sengaja mengubah sinyal Mars Observer agar tidak digunakan pihak-pihak lain untuk kepentingan sepihak.
Pada April 1998, NASA sendiri telah kembali berhasil mengirim wahana lainnya, Mars Global Surveyor. Namun, mereka kembali tak pernah memberi informasi yang lebih jelas. MGS hanya dikatakan berhasil mengirim informasi yang tak jauh lebih baik dari yang dihasilkan wahan-wahana sebelumnya.
Apapun itu, ini artinya memang hanya sebatas hipotesa yang bisa menjelaskan misteri Wajah Mars. Diantara hipotesa yang mengemuka, apa yang dikemukakan Alan F. Alford dalam situs:www2.eridu.co.uk/eridu/Author/Mysteries_of_the_World/Mars/Mars. html, nampaknya bisa menjadi pegangan yang cukup baik.
Menurut penulis terkenal ini, kecil kemungkinan bahwa artifak di Cydonia itu adalah hasil kreasi makhluk cerdas yang mukim di sana. Pasalnya, Mars disimak dari sifatnya tidaklah tergolong planet yang bersahabat sebagai tempat tinggal makhluk hidup manapun. Planet ini hanya sekadar memiliki sejumlah faktor pendukung kehidupan yang serba minim. Itu saja.
"Dengan demikian, saya hanya meyakini, Face on Mars adalah sebuah perbukitan yang kebetulan saja bentuknya menyerupai manusia. Masa lalunya yang penuh dinamika alam yang radikal, letupan gunung, hantaman astroid, paling-tidak telah mengantarnya menuju pembentukan bukit dengan rupa yang aneh-aneh," ujar Alford.
Kalau pun ingin dikait-kaitkan denga urun kreasi mahkluk cerdas; Face on Mars paling tidak hanyalah dibentuk sebagai monumen untuk menarik perhatian makhluk lain di alam semesta ini. Mereka sendiri tak pernah menjadikan Mars sebagai tempat tinggal. Planet ini paling hanya sekadar tempat singgah, seperti Bulan yang pernah disinggahi manusia. Toh, ketika itu sejumlah astronot juga pernah meninggalkan beberapa barang yang diharapkan bisa melegitimasi kehadirannya.
Dijelaskan lagi, jika memang kenyataannya seperti itu, ada sebuah hipotesa mengapa para makhluk cerdas itu sampai meninggalkan 'wajah manusia' di sana. Hal ini nampaknya berkaitan dengan posisi dataran tinggi Cydonia yang sepertinya paling strategis sebagai tempat pendaratan wahana para makhluk asing itu. Jika dugaan bahwa Cydonia masa lalu adalah pesisir sebuah lautan benar adanya, perkiraan tadi bukanlah sesuatu yang berlebihan.
Akan tetapi mengapa bentuknya seperti wajah manusia? Secara implisit Alford mengatakan, bahwa nampaknya manusia perlu memahami bahwa wajah dengan komposisi dahi, mata, hidung, dan mulut belum tentu hanyalah milik manusia saja. Siapa tahu, bentuk semacam ini pun dimiliki makhluk lain di alam semesta ini.
"Namun sekali lagi saya tegaskan, semua itu tetaplah hanya sebuah hipotesa. Hipotesa yang dibuat dari berbagai kemungkinan yang paling mendekati kebenaran dan bukti yang bisa diraih manusia. Bahwa, di luar itu masih ada 'kebenaran' yang lain, kemungkinannya selalu terbuka," tegasnya.
Oleh sebab itu, ada benarnya memang kata-kata kreator serial X-Files. "The truth is out there". Mudah-mudahan, selain bisa menguak asal-usul Face on Mars, para ilmuwan juga bisa menguak misteri-misteri di permukaan Mars yang lainnya. Seperti, retakan landskap yang jika dilihat dari jarak sekitar satu mil mirip gambar dinosaurus, tekstur perbukitan yang menyerupai ikan, dan tentang adanya danau dan air terjun yang diberi nama Thelma Gruss Falls dan Paige Stevens Lake. (adr)
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
2 Komentar untuk "Siapa Membuat "Face" on Mars?"
saya tidak akan terkejut jika memang benar ada makhluk lain selain manusia. perkembangan kita cenderung lamban dan banyak bencana alam di bumi ini
siapa ya,,,
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).