Oleh : Insan Kusuma
Hiruk pikuk para buruh sedikit membuat aku terhibur. Terus terang ada kenikmatan lain yang aku rasakan bergaul di tengah-tengah mereka. Kenikmatan yang barangkali sulit orang lain rasakan. Apalagi bagi orang-orang yang berada di gedung-gedung tinggi dengan sambil engkang-engkang di depan meja kerjanya. Entah keindahan apa yang membuat aku bahagia dekat mereka. Barangkali karena aku dan mereka mempunyai nasib yang sama?, atau , ah entahlah yang pasti kami disini sedang berjuang. Ya, kami sedang berjuang untuk menghidupi keluarga kami. Atau mungkinkah itu yang disebut dengan keindahan yang aku rasakan. Bisa jadi, karena aku pun merasakan hal itu. Apalagi bagi aku si anak sulung dengan tiga orang adik yang tak lagi berbapak. Bapakku meninggal tiga tahun yang lalu, saat aku masih duduk di bangku SMP. Tak punya pilihan lain bagiku, selain setelah lulus SMP aku harus rela menjadi tulang punggung keluargaku.
Sejak tiga hari yang lalu aku memang sedang tertarik pada seseorang. Seseorang yang menurutku cukup aneh. aku tidak tahu, mengapa aku baru kali ini tertarik padanya. Padahal, sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di pabrik ini, aku sering melihat orang itu. Sepertinya ada sebuah tarikan magnet yang
"Kenapa Nung, elu kok ngeliatin tu orang terus, elu naksir ya?" Atin yang kebetulan makan siang bersama mencoba menggodaku.
"Enak aja, emang gue apaan!"
"Abisnya, tiap ada tu cewek lu ngeliatiiin terus. Kenapa lu, lu aneh ya ngeliatin dandanan tu cewek?"
"Enggak, biasa aja tuh!"
"Haa ha boong lu, lu pasti boong kan?, ngaku aja lu, elu naksir kan?" godanya
Dasar Atin !!!
***
Demo lagi!!!, aku bener-bener udah bosen sama yang namanya demo. Apalagi kalau demonya ada acara rusak-rusakan segala.
"Bapak-bapak yang kami hormati , kami tak peduli bapak-bapak memotong kesejahteraan kami. Kami juga tidak peduli ", suara lantang seorang wanita di tengah kerumunan para pendemo.
Suara lantang itu membuat aku sedikit merinding. Aku tidak tahu suara siapa itu. Dan terus terang itu membuat aku sangat penasaran. Dengan sedikit ragu, akhirnya aku mencoba menghampiri kerumunan para pendemo itu. Agak risih memang, tapi aku harus melihat orator lantang tadi .
"Kami manusia, kami bukan binatang yang seenaknya bisa dilecehkan ."
Suara itu semakin jelas, dan itu membuat aku semakin penasaran , dengan segenap kekuatanku akhirnya aku terobos kumpulan manusia-manusia itu walaupun dengan harus dengan bersusah payah.
"Hidup Nining !, Hidup Nining !!! Ya Tuhan , manusia-manusia itu meneriaki orang yang yang sedang berorator tadi. "Hidup Nining !, Hidup ."
"Permisi bang, permisi , maaf ", aku mencoba terus menerobos manusia-manusia itu.
"Aduh, sialan lu!! Kira-kira dong, kaki lu punya mata gak sih!" umpatan seseorang yang terinjak kakinya padaku.
"Maaf bang, enggak sengaja "
"Sialan lu!"
"Maaf bang, euh permisi mbak, euh permiisi "
Akhirnya aku bisa juga menerobos sampai depan. Dan Ya Tuhan ternyata ternyata dia , dia yang bersuara lantang itu.
***
Ternyata Nining nama wanita itu. Penampilan dengan jilbab panjangnya yang membuat aku tertarik padanya. Dan sungguh keberaniannya memang sangat mengesankan.
"Tin, lu tau nggak kenapa sih mereka pada demo?" tanyaku pada Atin. Dan aku benar-benar tidak tahu apa yang sudah terjadi di Pabrik ini.
"Emangnya elu nggak tau, Nung?"
"Enggak!!"
"Payah lu, gaul dong!", gaya khas cablak Atin mulai menghiasi intonasi gaya bicaranya. "Makanya lu jadi cewek musti ati-ati Nung!"
"Lho emangnya kenapa?" kata-kata Atin tadi membuat aku sangat penasaran.
"Nung, lu tau nggak kenapa si Dina sama si Nenah enggak masuk kerja lagi?"
"Enggak!"
"Payah lu Nung, makanya gue bilang juga apa, gaul dong gauuul", ledek Atin kepadaku.
"Elu, orang enggak tau bukannya dikasih tau, malah diledikin!" balasku sedikit kesal. "Emangnya kenapa, Tin?" tanyaku lagi
Dengan suara pelan sedikit berbisik di telingaku Atin menjawab, "Si Dina dan si Nenah kan diperkosa sama Pak Gun!", pastilah yang dimaksud Atin adalah mandor baru yang biasa mengawasi para buruh bekerja
"Apa??" aku membulatkan mata seakan tak percaya.
***
Jam istirahat hari ini, tiba-tiba aku jadi malas ke kantin. Apalagi untuk ketemu Atin. Pastinya aku akan menjadi barang empuk ledekannya lagi. Entah kenapa, tiba-tiba aku tertarik pada sebuah bangunan kecil ukuran 5X6 M yang terletak di belakang pabrik. Tempat itu mengingatkan aku pada Nining yang sudah tiga hari tidak aku lihat. Dan tempat itu tempat dimana Nining dan teman-teman berjilbab lainnya berkumpul untuk menghabiskan waktu istirahatnya. Ya, Mushala nama tempat itu.
Tidak seperti buruh lain, sesampainya di Mushala aku tidak langsung masuk atau pergi mengambil air wudhu. Tapi, aku malah mencoba mencari sosok berjilbab bernama Nining. "Kok dia tidak ada ya" kataku dalam hati. Matakupun beraksi melihat keseluruh penjuru tempat itu. Tapi, aku tetap tidak melihatnya. Atau barangkali dia sudah di dalam sana? Lalu akupun cepat-cepat mengambil air wudhu. Walaupun ketika melangkahkan kaki menuju tempat itu aku sedikit ragu. Karena sudah lama sekali aku tidak berwudhu apalagi shalat. Setelah itu, lalu akupun masuk mushala. Dan seperti biasa mataku langsung beraksi lagi mencari Nining.
"Cari apa Mbak?', tanya seseorang yang pakaiannya seperti yang selalu dikenakan Nining.
"E Enggak, mbak!", jawabku kebingungan.
"Kalau mau cari mukena di lemari itu mbak", katanya sambil menunjuk kearah sebuah kotak kecil di ujung ruangan itu.
***
"Kasihan Dina ." Batinku. Padahal Dina anak baik. Dia mempunyai nasib sama seperti aku. Setelah ibunya meninggal, ia juga jadi tulang punggung keluarganya. Apalagi bapaknya saat ini lumpuh, sehingga tidak bisa mencarikan nafkah untuk keluarganya. Sedangkan Nenah ., aku tidak begitu mengenalnya. Tapi paling tidak, ia pun pasti bernasib seperti aku, Dina dan juga Atin.
"Hey non, ngelamun lagi!" Atin mengagetkanku dari belakang "Heh, ayo cepetan masuk udah bel tuh!!
"Astagfirullah, udah jam satu!" aku terkaget.
"Elu sih, shalatnya pake lama!, Sejak kapan sih lu jadi rajin nongkrong di Mushala?" katanya nyerocos
"Siapa bilang gue nongkrong, gue shalat tau!", Aku mulai sewot sama Atin. Abisnya orang shalat kok disangka nongkrong.
"Iya lah gue tau ., udah ah yuk cepetan!!!"
***
Sudah hampir satu minggu aku sering mampir ke mushala ini. Dan selama itu pula aku tak lagi melihat Nining. Aku tak tahu dimana sosok bersahaja itu kini berada. Dan semakin hari, aku semakin merindukannya. Aku kangen kamu, Ning!!!
"Nung, lu udah baca koran hari ini belum?", tiba-tiba Atin dari belakang mengagetkanku lagi.
Otomatis tingkah Atin membuatku agak kesal. "Bisa nggak sih lu sedikit sopan, Ini mushala tau!" serangku pada Atin yang pada waktu itu kelihatan merasa menyesal.
"Sori Nung, Sori ., gue cuma ngasih ini sama lu!" kata Atin sambil menyerahkan koran padaku.
TELAH DITEMUKAN MAYAT SEORANG WANITA YANG TELAH MEMBUSUK BERINISIAL NN DI PERKEBUNAN TEH DAERAH PUNCAK BOGOR. DARI IDENTITAS YANG DITEMUKAN, MAYAT TERSEBUT ADALAH WARGA CILILITAN JAKARTA TIMUR. DIPERKIRAKAN MAYAT YANG TELAH MEMBUSUK TERSEBUT MENINGGAL 4 HARI YANG LALU
"Elu kok ngasih ini sama gue sih, Tin?" tanyaku heran. "Emangnya apa hubungannya sama gue?" tanyaku lagi.
"Elu bener-bener nggak tau siapa NN itu?" solot Atin. "Nung, mayat itu Nining, Nung!!"
[MQMedia.com]
0 Komentar untuk "DAN SETELAH MARSINAH"
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).