Bagi kebanyakan orang, kaum homoseks masih seperti misteri. Hanya sedikit diketahui tentang mereka. Ternyata, mereka sama dengan orang kebanyakan. Yang berbeda cuma pada orientasi seksual dan sedikit pada cara berpenampilan dan berperilaku.
"Aku memiliki sebuah vila di kawasan Cisarua, Kabupaten Bogor, suatu daerah dataran tinggi yang strategis, indah dan menjadi lokasi wisata di Jawa Barat. Di halaman belakang vila, kami bisa memandang lereng pegunungan. Di bawah lereng tampak rumah-rumah kecil yang bila malam hari terlihat memancarkan cahaya berkelap-kelip.
Bila malam tiba, udara cepat berubah dari panas menjadi dingin. Itu sebabnya pada rumah kami dibangun perapian. Sering kali kami bermesraan di depan tungku api itu.
Mula-mula Deddy, pasanganku, menambahkan beberapa kayu bakar dan menyalakan lilin di ruang tamu, sementara aku menyiapkan minuman ringan berupa serbat yang kami sukai karena pedas dan hangat. Setelah itu kami berbincang-bincang sejenak. Tak lama kemudian Deddy mulai mendekatiku, memelukku dari samping, mencumbuku, dan tangannya mulai menyingkap kausku, lalu ...."
8 - 10 juta pria pernah terlibat
Begitulah penggalan kisah nyata yang diceritakan B. Sulistomo (bukan nama sebenarnya), seorang pria homoseks, dalam rubrik Kisah Sejati situs GAYa NUSANTARA.
Bisa diterima atau tidak, dalam kehidupan kita ada sekelompok orang yang memiliki orientasi seksual berbeda. Pada umumnya, manusia memiliki orientasi seksual terhadap lawan jenisnya. Seorang pria tertarik pada wanita, atau sebaliknya, wanita tertarik pada pria. Mereka jamak disebut sebagai kaum heteroseks.
Namun, pada orang-orang tertentu orientasi seks macam itu tidak ada atau berkadar kecil. Mereka justru (lebih) tertarik pada orang-orang sejenis. Bila pria, mereka tertarik pada sesama kaum Adam. Umumnya mereka disebut gay. Sebaliknya, yang wanita tertarik pada sesama kaum Hawa. Wanita dengan orientasi seks seperti ini disebut lesbian. Gay dan lesbian inilah yang kemudian dikelompokkan dalam kaum homoseks.
Data statistik menunjukkan, 8 - 10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian dalam jumlah bermakna terus melakukannya. Mereka oleh psikiater disebut homoseks laten. Karena kesulitan menekan kecenderungan homoseksual di bawah sadarnya, mereka menderita berbagai bentuk kekurangan dalam hal seksualitas.
Untuk mengetahui ciri-ciri mereka tidaklah mudah. Di kalangan gay misalnya, mereka mempunyai ciri tertentu yang hanya bisa diketahui oleh kelompoknya atau orang-orang tertentu saja. Ciri-ciri khusus inilah yang sering disebut sandi, yaitu tanda-tanda yang sengaja dipasang para gay untuk menarik pasangannya. Bisa berupa gerakan ataupun benda-benda yang dikenakan.
"Di kalangan orang gay ada banyak ciri yang dipakai, seperti anting di sebelah kanan, sapu tangan di kantong belakang, ranting, dll. Cuma bukan hanya orang gay yang menggunakan ciri seperti ini, jadi tanda itu belum pasti menandakan orangnya gay. Malah ada pula gay yang tidak memakai ciri khusus karena tidak mau diketahui sebagai gay." Begitu jawaban yang tertulis di rubrik Curhat situs GAYa NUSANTARA (GN) Online. Kesulitan yang sama juga terjadi untuk mengetahui seorang wanita lesbian atau tidak.
Kata orang, kalangan gay lebih menyukai pakaian pressbody atau ketat. Alasannya, selain praktis, juga bisa memperlihatkan lekuk tubuh si pemakai. Warna busananya seringkali juga mencolok. Gaya bicara mereka cenderung feminin. Perhiasan yang dikenakan gay pun cenderung "ramai".
Menurut Anna Kurniawati Husada, alumnus FISIP Unair yang meneliti kehidupan gay Surabaya, perilaku memakai perhiasan yang "ramai" merupakan ciri khas kaum gay untuk menunjukkan dunianya kepada orang lain. Bahkan, itu merupakan alat komunikasi antarsesama gay. Ciri lainnya, kata Anna, mereka yang tergolong gay selalu tertarik pada aktivitas yang biasanya dilakukan wanita (Jawa Pos, 5 Mei 2000).
Kadar homoseksualitas bergradasi
Perilaku homoseksual dapat bermanifestasi sebagai pola preferensi pasangan erotik (pembangkit libido) yang tidak pernah mengenal atau merasakan bangkitan erotik oleh pasangan berjenis kelamin lain. Semua minat afeksi (alam perasaan) dan genital (daerah erotik) tertuju pada pasangan sejenis kelamin. Perilaku macam ini dikenal sebagai homoseksual overt atau eksklusif. Pelakunya sadar akan nafsu homoseksualnya dan tidak berusaha menutupinya.
Di antara homoseksual eksklusif (homoseksual sejati) dan heteroseksual eksklusif (heteroseksual sejati) terdapat homoseksual dan heteroseksual dengan kadar berbeda. Seorang heteroseksual sejati tertarik dan terangsang hanya terhadap lawan jenis. Namun, ada pula heteroseks yang tertarik kepada sesama jenis, hanya saja kadar ketertarikannya sangat kecil sehingga hampir tak berarti. Seorang wanita heteroseks misalnya, mungkin saja mengagumi wanita seksi. Atau, pria heteroseks mungkin pula mengagumi pria lain yang berotot. Namun, bila seseorang mempunyai rasa kagum, tertarik, dan terangsang terhadap sesama jenis jauh lebih dominan, dia sudah dapat disebut homoseks.
Berdasarkan skala Kinsey, skala orientasi seksual itu bergradasi sebagai berikut:
0 = heteroseksual eksklusif
1 = heteroseksual lebih menonjol (predominan), homoseksualnya cuma kadang-kadang.
2 = heteroseksual predominan, homoseksual lebih dari kadang-kadang.
3 = heteroseksual dan homoseksual seimbang (biseksual)
4 = homoseksual predominan, heteroseksual lebih dari kadang-kadang.
5 = homoseksual predominan, heteroseksual cuma kadang-kadang.
6 = homoseksual eksklusif
Dari skala tersebut, terlihat homoseksual mempunyai berbagai bentuk. Hal yang sama juga terjadi pada heteroseksual. Selain itu ada pula yang disebut biseksual. Namun, tidak mudah untuk mengetahui seseorang biseks atau tidak. Seorang biseks sejati (melakukan hubungan seksual nyata baik dengan sesama jenis maupun dengan lain jenis) jarang sekali ditemukan. Yang biasa ditemukan adalah pria biseks yang menyukai sifat kelaki-lakian seorang wanita sekaligus menyukai sifat kewanita-wanitaan pria setipe wanita yang disukainya. Terdapat pula pria biseks yang cenderung homoseks, tetapi tertarik pada wanita dengan sifat yang sama dengan pria yang disukainya.
Juga dapat ditemukan kasus di mana seorang pria homoseks bertunangan dengan seorang wanita, namun menyukai saudara pria tunangannya. Seorang wanita biseks menyukai pria yang kewanita-wanitaan juga wanita yang kelaki-lakian. Ada pula wanita homoseks bertunangan dengan seorang pria dan menyukai saudara wanita tunangannya. Demikianlah kompleksnya relasi seorang biseks, homoseks, atau heteroseks.
Menurut Bloch, perbuatan homoseksual tanpa mentalitas homoseksual disebut pseudohomoseksual. Pada homoseksual, perbuatan merupakan produk mentalitas homoseksual. Istilah pseudohomoseksual menunjukan pada perbuatan orang-orang yang tidak bersumber pada mentalitas homoseksual tetapi dilakukan berdasarkan yang di luar impuls seksual. Heteroseksual, sebagai ciri utama kepribadian mereka, tetap bertahan. Akan tetapi, di antara mereka sering terdapat biseksualitas. Homoseksual didapat (acquired) dan temporer kebanyakan termasuk dalam kategori biseksual.
Kadang-kadang, terdapat seorang homoseksual melakukan hubungan heteroseksual untuk memperoleh keuntungan. Umpamanya terdorong perasaan berterima kasih atau kasihan. Atau, karena tidak tersedia pasangan sejenis kelamin.
Dari segi psikiatri ada dua macam homoseksual, yakni homoseksual ego sintonik (sinkron dengan egonya) dan ego distonik (tidak sinkron dengan egonya). Seorang homoseks ego sintonik adalah homoseks yang tidak merasa terganggu oleh orientasi seksualnya, tidak ada konflik bawah sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada desakan, dorongan atau keinginan untuk mengubah orientasi seksualnya.
Hasil penelitian beberapa ahli menunjukkan, orang-orang homoseksual ego sintonik mampu mencapai status pendidikan, pekerjaan, dan ekonomi sama tingginya dengan orang-orang bukan homoseksual. Bahkan kadang-kadang lebih tinggi. Wanita homoseks dapat lebih mandiri, fleksibel, dominan, dapat mencukupi kebutuhannya sendiri, dan tenang. Kelompok homoseks ini juga tidak mengalami kecemasan dan kesulitan psikologis lebih banyak daripada para heteroseks. Pasalnya, mereka menerima dan tidak terganggu secara psikis dengan orientasi seksual mereka, sehingga mampu menjalankan fungsi sosial dan seksualnya secara efektif.
Sebaliknya, seorang homoseks ego distonik adalah homoseks yang mengeluh dan merasa terganggu akibat konflik psikis. Ia senantiasa tidak atau sedikit sekali terangsang oleh lawan jenis dan hal itu menghambatnya untuk memulai dan mempertahankan hubungan heteroseksual yang sebetulnya didambakannya. Secara terus terang ia menyatakan dorongan homoseksualnya menyebabkan dia merasa tidak disukai, cemas, dan sedih. Konflik psikis tersebut menyebabkan perasaan bersalah, kesepian, malu, cemas, dan depresi. Karenanya, homoseksual macam ini dianggap sebagai gangguan psikoseksual.
Faktor biologis dan lingkungan
Mengacu pada teori penyebab homoseksual, dr. Wimpie Pangkahila menyebutkan ada empat kemungkinan penyebab homoseksual. Pertama, faktor biologis, yakni ada kelainan di otak atau genetik. Kedua, faktor psikodinamik, yaitu adanya gangguan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak. Ketiga, faktor sosiokultural, yakni adat-istiadat yang memberlakukan hubungan homoseks dengan alasan tertentu yang tidak benar. Keempat, faktor lingkungan, yaitu keadaan lingkungan yang memungkinkan dan mendorong pasangan sesama jenis menjadi erat.
Sementara, menurut Budi, aktivis Gaya Nusantara dalam sebuah tulisan di GN Online, ada dua hal yang menyebabkan orang menjadi gay. Pertama, faktor bawaan atau gen, yaitu adanya ketidakseimbangan jumlah hormon pada diri seseorang sejak lahir. Jumlah hormon wanita cenderung lebih besar daripada laki-laki. Hal ini dapat berpengaruh pada sifat dan perilaku si laki-laki tersebut. Jati diri kewanitaan biasanya lebih kuat, sehingga mereka cenderung berperilaku feminin dan selalu tertarik terhadap aktivitas yang dilakukan wanita.
Laki-laki yang menjadi gay karena faktor tersebut biasanya tidak bisa kembali menjadi laki-laki dalam arti sebenarnya. Tapi, sifat gay tersebut bisa berkurang frekuensinya. Tentunya, diperlukan usaha yang keras. Misalnya, tidak bergaul lagi dengan kaum gay, punya keyakinan yang kuat, dan harus tahan segala godaan.
Kedua, faktor lingkungan, yaitu komunitasnya lebih sering bertemu dengan laki-laki dan amat jarang bertemu dengan wanita. Selain itu, ada juga dari mereka yang terlibat dalam kehidupan gay semata-mata karena gaya hidup dan materi. Biasanya mereka berawal dari coba-coba untuk berhubungan dengan sesama jenis dengan imbalan uang. Jenis gay ini bisa hilang bila mereka telah menemukan pasangan hidup wanita. Atau, mereka keluar akibat terkena penyakit kelamin. Dan juga, gay tersebut dapat kembali sebagai lelaki sepenuhnya bila punya komitmen kuat untuk menjauhi kehidupan gay.
Cemburu dan sukses
Dalam kehidupan sehari-hari, kalangan homoseks di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan Australia, sudah berani tampil ke permukaan. Bahkan, setiap tahun mereka menggelar karnaval khusus bagi mereka. Namun, di negara berkembang, termasuk Indonesia, mereka masih malu-malu kucing untuk tampil terbuka dan memproklamasikan diri sebagai homoseks. Hanya beberapa orang yang secara terang-terangan mengaku sebagai homoseks.
Meski begitu, komunitas ini memiliki tempat-tempat tertentu, di seluruh Indonesia, untuk saling bertemu. Menurut catatan Intisari, setidaknya ada 221 tempat pertemuan kaum gay di 53 kota di seluruh Indonesia. Sementara, tempat pertemuan kaum lesbian tidak diperoleh data. Di sanalah mereka ngeber (mejeng, mangkal, ngumpul-ngumpul, Red.).
Seperti halnya kalangan heteroseks, dalam berelasi mereka mengenal perasaan cemburu dan depresi jika pasangan homonya berbuat serong dengan orang lain. Perasaan cemburu dan depresi ini dapat sedemikian besarnya sehingga yang merasa ditinggalkan dapat bunuh diri akibat depresi. Malah bisa pula membunuh pasangannya yang berselingkuh tadi. Kasus macam ini umumnya terjadi pada pasangan gay, walaupun bukan tak mungkin terjadi pada pasangan lesbian. Seorang lesbian yang berperan sebagai suami (the butch) dapat membunuh seorang pria heteroseksual yang merampas pasangannya.
Perilaku macam itu bisa dipahami karena mereka manusia biasa seperti kaum heteroseks. Homoseksual bukanlah penyakit. Homoseksual hanyalah salah satu bentuk orientasi seksual seseorang. Dalam rubrik Curhat situs GN Online juga disebutkan, "Yang pasti, menjadi gay bukan suatu 'mimpi buruk' dan menjadi gay juga bukan kesalahan siapa-siapa. Gay hanyalah masalah orientasi seksual, sedangkan dalam kehidupan, kita tetap manusia yang bisa berpikir, berkarya, dan berprestasi seperti manusia-manusia lain." Tak heran bila seorang gay atau lesbian sukses di profesi masing-masing. Ada yang menjadi seniman, penyiar televisi, dosen, pengusaha, atau bahkan menteri. (dr. Stephanus Kurniadi Budijanto/ Gde)
[http://www.indomedia.com/intisari/2001/jan/homoseksual.htm]
Next
« Prev Post
« Prev Post
Previous
Next Post »
Next Post »
6 Komentar untuk "Homoseksual: Dari Seniman Hingga Menteri"
http://www.manjam.com/belamino
homo keren dan jantan ketua lsm gay yang murah senyum
senyum kayak omas wati ;p :D
siapa itu kok muke nye mesum
Itu pak menteri boz...=)
menteri ? bu menteri tha? bu menteri banci hahahaha
hahahaha.....baru tau gue kalo ada menteri banci
Informasi Pilihan Identitas:
Google/Blogger : Khusus yang punya Account Blogger.
Lainnya : Jika tidak punya account blogger namun punya alamat Blog atau Website.
Anonim : Jika tidak ingin mempublikasikan profile anda (tidak disarankan).